حيات الدنيا حيات قليلة فلا تلغ حياة أبدية

Selasa, 05 Juli 2016

SHALAT TARAWIH DI MASA PEMERINTAHAN SAUDI


SHALAT TARAWIH DI MASA PEMERINTAHAN SAUDI

Pemerintahan Saudi dimulai sebelum pertengahan abad XIV dan di Madinah mulai tahun 1344 Hijriyah. Seperti diketahui bahwa shalat tarawih di Madinah sebelumnya dilakukan oleh banyak kelompok dan jama’ah dengan imam sendiri-sendiri dalam satu waktu. Mereka semuanya shalat 20 rakaat pada awal malam dan sebagian terutama para pengikut Madzhab Maliki ke Masjid pada waktu tengah malam dan melakukan shalat 16 rakaat, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan berdirinya pemerintahan Saudi, kelompok-kelompok dan jama’ah-jama’ah serta imam-imam yang banyak itu dihapus dan di tiadakan.

Banyaknya jama’ah dan imam pada shalat tarawih itu mulai timbul sejak abad VII, dengan demikian orang Madinah melakukan shalat tarawih selam tujuh abad dengan satu imam tanpa ada kelompok-kelompok dalam satu shalat, bahkan Imam Malik termasuk orang yang memakruhkan banyak kelompok (jama’ah) dalam satu shalat dan dalam satu Masjid. Sebelum pemerintah Saudi, Madinah telah mengalami adanya pertumbuhan madzhab, mula-mula yang berlaku adalah Madzhab Maliki, setelah itu muncul Madzhab Syafi’i, kemudian madzhab Hanafi, tetapi tidak ada kelompok-kelompok dalam shalat jama’ah, mereka shalat dalam satu imam. Baru setelah setiap madzhab mengadakan pengajian tentang madzhab masing-masing, mereka mulai berpisah antara satu dengan yang lain dan mulailah tumbuh banyak madzhab kemudian meningkat kea rah saling mendebat dan unggul-mengungguli, akhirnya terjadi banyak kelompok (jama’ah) dan imam dalm shalat lima waktu.

Setelah pemerintahan Saudi berdiri, kelompok-kelompok itu dipersatukan di Masjid Nabawi dam Masjidil Haram dalam shalat lima waktu dan shalat tarawih ke asalnya dengan satu imam, tertib dan teratur. Tentang bilangan tarawih dan rakaatnya serta cara mengejakannya yaitu 20 rakaat ditambah dengan 3 rakaat shalat witir setelah Isya’. Hal ini berlangsung di awal bulan, apabila masuk malam dua puluhan ditambah dengan 10 rakaat yang dunamakan dengan ”qiyam” dan ditambah dengan 3 rakaat untuk witir, dengan demikian jumlah keseluruhannya 36 rakaat. Kalau ditambahkan witir yang pertama dan yang kedua maka akan sama dengan yang sebelumnya. Apakah jumlah bilangan itu disengaja atau hanya kebetulan saja, wallahu a’lam.

Kemungkinan hal itu hanya secara kebetulan, sedang tambahan itu sebagai amalan syari’at yang teguh pada malam 20-an, seperti yang diriwayatkan siti Aisyah:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), Beliau mengencangkan sarung Beliau, menghidupkan malamnya dengan ber'ibadah dan membangunkan keluarga Beliau." (HR. Bukhari no. 1884, Muslim no. 2008, Abu Daud no. 1168 dan Ahmad no. 1050, 23001)

Dengan demikian shalat tarwaih sudah tetap dengan 20 rakaat sebagaimana yanh banyak dikerjakan di daerah-daerah dan oleh tiga madzhab. Khususnya pada malam dua puluhan ditambah dengan sepuluh rakaat untuk shalat tahajud dan bangun malam.

Hal yang Baru dalam Masa ini


Yang baru dalam masa ini dibandingkan dengan masa sebelumnya adalah persatuan bersatunya shalat tarawih dalam satu jama’ah dan ditiadakannya jama’ah-jama’ah yang akan saling mengganggu antara yang satu dengan yang lainnya.

Kami mendengar dari Syeikh Mudhar bahwa kakek bekiau pulang ke rumah untuk shalat tarawih, gara-gara takut terganggu kalau shalat tarawih di masjid. Perlu diingat bahwa bersatunya umat dalam setiap shalat di dalam satu jama’ah yang diimami oleh satu imam, apapun madzhabnya yang tidak keluar dari Al Qur’an dan Hadits, itu termasuk nikmat Allah yang paling besar.

Kami (mushannif) tidak ingin membicarakan dan mempermasalahkan banyaknya jama’ah dan imam dalam satu shalat dan satu masjid hanya karena perbedaan madzhab, karena seluruh imam madzhab bersepakat dan satu pendapat bahwa masing-masing boleh bermakmum di belakang madznab yang lain. Juga mushannif tidak ingin mengadakan stu perbandingan antara satu madzhab dengan madzhab yang lain karena semua dasarnya yakni Al Qur’an dan Al Hadits. Dan juga tidak ingin melihat perpecahan, justru mushannif menginginkan adanya persatuanb umat Islam, terutama dalam melakukan syiar-syiar kesaatuan. Cukup kiranya kita untuk menjadikan contoh apa yang kita sebutkan yakni ketika Sayyidina Umar masuk masjid dan melihat shalat jama’ah yang terpencar-pencar maka beliau merasakan hal itu tidak baik, kemudian menjadikan mereka dalam satu jama’ah dan satu imam, karena takut mereka akan terpecah-pecah dan tidak bersatu. Setelah keesokan harinya, Sayyidina Umar melihat mereka bersatu setelah sebelumnya berpencar-pencar dia merasa gembira dan berkata, ”inilah bid’ah yang baik.”

Temtang mengapa bilangan rakaatnya mengambil yang 20 rakaat, karena hal irulah bilangan rakaat yang dikerjakan oleh tiga madzhab baik di Madinah naupun diluar Madinah. Merurut riwayat Yazid bin Ruman, tanpa ada tambahan rakaat merupakan pengganti tawaf orang-orang Mekkah. Bilangan rakaat seperti itu, juga telah dikerjakan di abad keempat dan sesudahnya sampai jaman Abu Zar’ah ketika mengembalikan ke 36 rakaat, tidak melakukannya dengan berjama’ah secara bersama, tetapi menenggang perselisihan umat dengan jalan shalat shlat 20 rakaat setelah Isya’ sedang yang 16 rakaat dikerjakan setelah tengah malam, mengikuti apa yang dikerjakan oleh orang-orang Madinah. Sedang hataman Al Qur’an juga dua kali, pertama pada yang 20 rakaat sedang yang kedua pada yang ke 16 rakaat pada tengah malam.

Hataman seperti itu juga ada pada jaman sekarang , imam menghatamkan Al Qur’an dalam shalat tarawih yang 20 rakaat setelah Isya’, kemudian juga mengkhawatirkannya pada shalat 10 rakaat di tengah malam pada malam dua puluhan. Walhasil jaman sekarang ini dengan jaman sebelumnya memiliki persamaan, keduanya menghatamkan Al Qur’an dua kali, meskipun bilangan rakaat dan cara mengerjakannya berbeda. Yang istimewa pada jaman sekarang ini adalah bersatunya jama’ah dalam satu imam, meskipun imamnya berganti-ganti dalam shalat fardlu, berarti dalam satu shalat hanya ada satu jama’ah.

Orang pertama yang menjadi imam orang-orang Saudi adalah Syeikh Hamidi Bardaan dari keluarga Hail. Bersama-sama beliau dan setelahnya banyak imam lain yang dulu pernah menjadi imam untuk tiga madzhab, mereka bergantian satu dengan yang lainnya dalam satu jama’ah.

SHALAT TARAWIH DI MASJID NABAWI DI MASA MUSANNIF HIDUP (1391 H)


Pertama : Waktunya


Seperti yang sama diketahui bahwa waktunya setekah shalat Isya’, tetapi yang baru adalah waktu Isya’nya, kalau diluar bulan Ramadhan adzan Isya’ satu setengah jam setelah adzan Maghrib dan shalatnya seperempat jam setelah adzan.

Waktu Isya’ pada bulan Ramadhan


Pada bulan Ramadhan adzan Isya’ dua jam setelah Maghrib, hal ini untuk member kesempatan bagi mereka yang shalat Maghrib di Masjid Nabawi dan berbuka sekedarnya disitu, baru setelah shalat Maghrib mereka pulang untuk meneruskan bukanya, setelah selesai mereka kembali lagi ke masjid untuk melakukan shalat Isya’ dan tarawih.

Banyak juga yang rumahnya jauh, sehingga mereka harus diberi tenggang waktu agar mudah untuk datang ke masjid. Setelah lewat dua jam dari waktu Mghrib, maka adzan Isya’ dikumandangkansedang iqamahnya sepuluh menit setelah adzan, yang bertindak sebagai imam adalah Syeikh Abd Aziz bin Shalih. Setelah shalat Isya’ ada kesempatan untuk shalat sunnah dua rakaat, baru kemudian melaksanakan shalat tarawih dengan cara sebagai berikut:

Cara Melakukannya


Shalat tarawih dimulai sekitar dua setengah jam setelah Maghrib. Mula-mula diimami oleh Syeikh Abd Aziz samapi 10 rakaat dengan 5 salam selama kira-kira setengah jam, langsung digantikan oleh Syeikh Abd Majid Hasan sampai 10 rakaat lagi dengan 5 salam selama kira-kira setengah jam, kemudian shalt witir 3 rakaat dengan 2 rakaat salam dan satu rakaat, shalat selesai kira-kira tiga setengah jam setelah Maghrib.

Tentang bacaannya setiap malam sebanyak satu juz. Perlu diingat bahwa lama beliau berdua mengimami sama yaitu masing-masing satu jam dan masing-masing setengah juz, sehingga setiap malam 20 rakaat dengan bacaan 1 juz dan selam 1 jam.

Demikianlah setiap malam kecuali malam ke-29 seperti apa yang akan diterangkan nanti. Orang-orang yang datang untuk shalat tarawih di masjid Nabawi betul-betul banyak dan rajin-rajin, sehingga seperti waktu shalat Jum’at, karena ramainya dan banyaknya yang datang dari sekeliling Madinah dan yang datang berziarah dari luar Madinah. Jumlan ini akn berlipat ganda dan lebih ramai pada malam ke -29, yaitu malam terakhir hataman Al Qur’an dan do’a.

Shalat Witir di bulan Ramadhan di masa yang sama


Witir dalam tarawih pada malam sebelum tanggal 20-an, Syeikh Abd Majid melakukan setelah 5 salam yang terakhir atau setelah genab 10 malam, beliau melakukannya dengan 3 rakaat terpisah yaitu 2 rakaat salam, kemudian ditambah dengan 1 rakaat, dan berqunut keras setelah ruku’. Witir pada malam 20-an di bulan Ramadhan yang berbarakah denagnditambah bangun malam, maka seperti berikut:

Imam dan wakilnya pada shalat tarawih tidak melakukan shalat witir pada waktu itu, tetapi beliau melakukannya nanti pada saat bangun malam, hal ini berdasarkan hadits Nabi :

وَاجْعَلْ آخِرَ صَلَاتِكَ وِتْرًا

...dan jadikan diakhir shalatmu dengan mengerjakan shalat witir." (mutafaqun alaihi)

Beliau tidak melakukan witir di akhir shalat tarwihnya karena merujuk kepada hadits Rasulullah :

لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

"Tidak ada dua witir dalam semalam!" (HR. Abu Daud no. 1227, Ahmad no. 15696, 15704, Nasa’I no. 1661 dan Tirmidzi no. 432)

Maka yang menjadi imam witir pada waktu seperti itu adalah Syeikh Muhammad Al Ilmi, seperti yang dilakukan oleh Syeikh Abd Majid, ini untuk hamper semua yang shalat, kecuali kelompok orang-orang Hanafi, mereka tidak melakukan witir bersama imam, tetapi mereka menyendiri dengan imam dan mereka sepanjang bulan, yaitu setelah imam dan wakilnya selesai witir setelah tarawih, mereka melakukan 3 rakaat bersambung seperti shalat Maghrib tanpa tahiyatul awal. Masalah ini akan diperjelas pada pembahasan shalat witirnya madzhab imam Hanafi pada akhir pembahasan ini.

Kami kira lebih baik kalau kita tuliskan bunyi qunut pada shalat witir di bulan Ramadhan dengan segala kekurangannya. Dibawah ini adalah bunyi qunut witir malam ke-30 di tahun 1390 Hijriyah, yang dibaca oleh Syeikh Abd Aziz bin Shalih:

اللهم اهدنا فيمن هديت، وعافنا فيمن عافيت، وتولنا فيمن توليت، وبارك لنافما اعطيت، وقنا واصرف عناشرماقضيت، فإنك تقضى ولايقضى عليك، إنه لا يذل من و اليت، ولايعزمن عاديت، تباركت ربناوتعاليت، اللهم اقسم لنا من خشيتك ما تحول به بيننا وبين معصيتك ومن طاعتك ما يبلغنابه جنتك، ومن اليقين ما تهون به علينا مصائب الدنيا . اللهم متعنا بأسماعنا و أبصارنا وقوتنا ما أحييتنا، واخعله الوارث منا واجعل ثأرنا على من ظلمنا وانصرنا على من عادانا، ولا تجعل مصيبتنا في ديننا ولا تجعل الدنيا أكبرهمنا ولا مبلغ علمنا، ولاتسلط علينا بدنوبنا من لا ير حمنا.

اللهم اجعل خير أعملنا أو اخرها و خير أعمالنا خوا تمها وخير أيامنا يوم نلقاك، اللهم إنا نسألك موحبات رحمتك و عزائم مغفرتك و السلامة من كل إثم، والغنيمة من كل بر، والفوز بالجنة والنجاة من النار، ونسألك الجنة و ما قرب إليها من قول و عمل، ونعوذبك من النار وما قرب إليها من قول و عمل، ونسألك أن تجعل كل قضاء قضيته لنا خيرا يا رب العالمين. اللهم اعطنا ولا تحرمنا، وزدنا لا تنقصنا، و أكرمنا ولا تهنا ولا تحمل علينا وارزقنا وارض عنا.

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عنا، اللهم اجعل مجتمعنا مرحوما، واجعل تفرقه بعده تفرقا معصوما، ولا تجعل فينا ولا منا ولا معنا شقيا ولا محروما، اللهم انصر دينك وكتيك وعبادك المؤمنين. اللهم نعوذ ورضاك من سخطك وبعفوك من عقوبتك وبك منك، لانحصى ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك، ربنا نقبل منا إنك أنت التواب الرحيم وصل اللهم على سيدنا محمد وسلم.

“Ya Allah berikanlah kami hidayah sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri hidayah dan berikanlah kami kesehatan sebagaiman orang yang telah Engkau beri kesehatan, lingdungilah kami sebagaimana orang yang telah Engkau beri perlindungan, dan berkahilah Ya Allah dalam apa-apa yang telah Engkau berikan pada kami, dan peliharalah kami dan jauhkanlah kami dari kejahatan sesuatu yang telah Engkau tentukan, sesungguhnya Engkau yang menentukan bukan ditentukan, sesungguhnya tiada hina orang-orang yang Engkau beri perlindungan, dan tiada mulia orang-orang yang Engkau musuhi, Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi, Ya Allah berikanlah kami takut akan Engkau yang bisa menghalangi kami dari berbuat maksiat terhadapmu, dan berilah kami ketaatan kepada Engkau yang bisa menjadikan kami sampai ke surga-Mu, dan berilah kami keyakinan bahwa segala musibah menjadi ringan atas kami karenanya, Ya Allah, berilah kami dengan pendengaran dan penglihatan serta kekuatan kami selam Engkau memberi hidu kepada kami, dan balaskanlah orang-orang yang memusuhi kami, janganlah musibah di dalam agama kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia inisebagai tujuan kami yang paling besar juga jangan sebagai tujuan ilmu kami, dan janganlah Engkau berikan kekuasaan kepada orang-orang yang tidak mengasihi kami disebabkan dosa kami.
Ya Allah, jadikanlah amal kami yang baik pada akhirnya, dan amal kami yang paling baik pada yang terakhir, dan hari-hari kami yang paling baik adalah hari ketika menemui Engkau.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Engkau sesuatu yang mewajibkan adanya Rahmat-Mu, dan ampunan-Mu, dan keselamtan-Mu dari segala dosa serta terhindar dari api neraka.
Dan kami memohon kepada Engkau surge dan sesuatu dari perkataan dan amal yang bisa mendekatkan kepada surag itu. Dan kami berlindung kepada Engkau dari neraka dan sesuatu dari perkataan dan amal yang bisa mendekatkan kepada neraka itu. Dan kami memohon kepada Engkau agar Engkau jadikan setiap ketentuan untuk kami ketentuan yang baik,
Ya Allah, berikanlah kami, janganlah Engkau tolak kami, tambahkanlah kami, dan jangan Engkau membebani kami, berilah rejeki pada kami dan ridailah kami.
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, senang member maaf maka maafkanlah kami.
Ya Allah, jadikanlah ikatan kami ikatan yang dirahmati, dan jadikanlah perpisahan kami setelah itu perpisahan yang terpelihara, jangan Engkau jadikan diantara dan dari kami orang-orang yang sengsara dan papa.
Ya Allah, tolonglah agama-Mu dan kitab-Mu serta hamba-hamba-Mu yang mukmin.
Ya Allah sesungguhnya kami berlindung dengan ridha-Mu dari kemrahan-Mu dan dengan maaf-Mu deri siksa-Mu dan kami tidak bisa berhitung pujian terhadap Engkau sebagaimana yang telah Engkau pujikan pada-Mu.
Wahai Tuhan kami, kabulkanlah permintaan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Mah Mengetahui dan berikanlah kami taubat, sesungguhnya Engkau yang Maha Pemberi Taubat.
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam kepada junjungan kamu Nabi Muhammad.

Shalat Bangun Malam


Sejak beberapa abad yang lalu dari jaman Abu Zar’ah, orang-orang Madinah setelah shalat tarawih mereka kembali ke masjid pada tengah malam untuk melakukan shalat 16 rakaat, hal ini mereka lakukan satu bulan penuh, agar orang-orang berkumpul untuk melakukan shalat, didengungkan seruan tidak dari atas menara. Jadi kalau ditambahkan 20 rakaat dengan 16 rakaat maka jumlahnya 36 rakkat seperti yang lalu.
Tapi pada masa ini, mereka tidak melakukan shalat bangun malam pada awal malam. Shalat bangun malam itu dilakukan mulai dari malam ke-20, mereka kembali ke masjid lagi tanpa adanya seruan dari menara. Bila sudah waktu dua pertiga malam imam dan wakilnya datang, disana relah berkumpul laki, permpuan, tua dan muda dari segala penjuru Madinah. Wajah mereka tampak memancarkan sinar kebajikan dan kekhusu’an serta ketenangan.

Maka imam berdiri di tempat shalai Nabi (mushalla Nabi ) bila shalat dimulai tampak suasana yang anggun dan khusu’. Betapa sulit untuk digambarkan. Dalam pikiran tebayang gambaran cerah dari masjid Nabi itu pada jaman Nabi dulu, juga pengaruh wewangian yang ada di Raudlah yang suci itu. Terluhat juga gambaran para jama’ah shalat beberapa abad yang lalu, seakan-akan kita merasakan adanya tali yang menghubungkan kita dengan orang-orang salaf terdahulu, terasa adanya rahmat Allah yang tercurah menyirami dan menghidupkan hati-hati yang kering dan gersang.

Bila imam sudah mulai membaca, semua berkonsentrasi untuk mendengarkannya dengan khusu’, pada saat itu berjala begitu nyaman, terasa saat itulah yang paling berbahagia dalam hidup ini. Dalam keadaan seperti tiu imam shalat dus rakaat, begitu seterusnya berganti-ganti sampai selesai 10 rakaat dengan 5 salam, dimulai oleh imam dan diakhiri oleh beliau juga. Setiap malam membaca 3 juz, dan setelah itu imam shalat witir 3 rakaat dan membaca qunut panjang sekali. Demikianlah keadaannya setiap malam ke- 28.

Pada malam terakhir yaitu malam ke-29, malam hataman maka shalat sebagai berikut:

Dalam shalat tarawih, bacaan hataman sudah sampai pada juz amma, maka imam shalat tarawih itu 20 rakaat, pada rakaat terakhir membaca surat An Nas, dan berdo’a sebelum rukuk dengan do’a hataman Al Qur’an. Do’anya panjang sekali dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan suara yang lembut yang diamini oleh para makmum, karena khusu’ dan lamanya imam berdo’a dengan suara lembut itu semuanya samapi menangis mencucurkan air mata, demianlah sampai selesai berdo’a dan selesaikanya rakaat terakhir itu. Untuk witirnya diserahkan pada Syiekh Ilmi.

Pada shalat bangun malam di malam terakhir, masjid penuh dengan manusia yang ingin shalat dan disitu berhamburan semerbak wangi-wangian memenuhi ruangan masjid. Bacaan pada waktu itu sudah sampai pada juz 28, maka imam mulai shalat sebagaimana biasa, begantian dengan wakilnya setiap dua rakaat, dua rakaat terakhir diimami oleh imam, imam mengangkat tangan dan memulai berdo’a hataman yang penuh berkah seperti yang telah disebutkan, kemudian shalat witir dan berqunut.

BERSAMBUNG KE Pembahasan tentang hataman di masjid Nabawi pada waktu sekarang (1390) dan dalil-dalinya




Back to The Title

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to top